Langsung ke konten utama

Teuku Cut Ali "Pejuang Dari Aceh Selatan"

Teuku Cut Ali dilahirkan di Desa Kuta Baro, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, tahun 1795. Ayahnya, Teuku Cut Hajat, ibunya Nyak Puetro. Teuku Cut Ali, salah satu keturunan Raja Trumon.
Kakeknya, Teuku Nyak Dhien, Raja keenam yang pernah memimpi Kerajaan Trumon.Trumon, merupakan salah satu daerah termasyur dan makmur di Wilayah Aceh Selatan. Itu disebabkan, karena Kerajaan Trumon, merupakan sembilan dari kerajaan Aceh yang memiliki Cap Sikureng (Cap Sembilan). Trumon, mempunyai mata uang sendiri dan tidak saja diakui di Aceh, tapi juga dunia.

Sejak kanak-kanak, Teuku Cut Ali, sudah memiliki bakat seorang pejuang. Itu, terlihat dari sikapnya yang tegas dan setia kepada teman. Teuku Raja Angkasah, merupakan teman akrab Teuku Cut Ali, mereka sama-sama berjuang melawan Belanda di medan perang. Saat usia 18 tahun, Teuku Cut Ali, sudah ikut berperang melawan Belanda.

Beranjak usia 20 tahun, Teuku Cut Ali, dipercayakan menjadi Panglima Sagoe dan sejumlah pejuang Aceh berada di bawah pimpinannya. Dipilihnya Teuku Cut Ali sebagai Panglima Sagoe, selain memiliki kemampuan dalam memimpin perang, dia juga menguasai ilmu bela diri. Itulah, yang membuat para pejuang Aceh saat itu, sepakat untuk menunjuk Teuku Cut Ali sebagai Panglima Sagoe.

Pada masa penjajahan Belanda, Bakongan merupakan pusat pemerintahan militer Belanda di Wilayah Selatan. Ini disebabkan, Bakongan terdapat satu tangsi atau Asrama Militer Belanda. Asrama ini dibangun di atas tanah dua hektar, tepatnya di pinggir Kota Bakongan atau di Kantor Koramil dan Polsek Bakongan sekarang. Berdekatan dengan pantai.

Dipilihnya Bakongan sebagai pusat militer Belanda, bertujuan untuk memudahkan menumpas dan melumpuhkan perlawanan rakyat Aceh di Bakongan pada perang tahun 1925–1927. Perlawanan rakyat itu dibawah pimpinan Teuku Cut Ali dan Teuku Raja Angkasah. Dalam berperang melawan Belanda, gerilya adalah taktik dan strategi yang dilakukan Teuku Cut Ali dalam menyerang dan menghadang musuh. Dia dan pejuang lainnya, menyerang Belanda pada malam hari. Setelah menyerang, dan pihak musuh jatuh korban, Cut Ali dan prajuritnya menyingkir ketempat lain, sehingga membuat Belanda kewalahan untuk mencari jejak Cut Ali dan pengikutnya.

Ketika perang di Seunebok Keuranji pecah, salah satu desa di Kecamatan Bakongan Kabupaten Aceh Selatan, banyak pasukan Belanda yang menjadi korban. Teuku Cut Ali, mengalami luka parah, akibat terkena peluru pasukan Belanda. Namun, Cut Ali dan pasukannya berhasil menyingkir ke dalam hutan untuk menghindari kejaran Belanda.

Pada tahun 1826, perang di Gunong Kapoe (Gunung Kapur), kemudian berlanjut ke Desa Buket Gadeng, Kecamatan Bakongan, terjadi peperangan yang sangat hebat, antara pihak pejuang dengan Belanda. Dalam perang itu, Teuku Raja Angkasah, sahabat Teuku Cut Ali, syahid di tangan Letnan Molenaar, komandan pasukan Belanda dalam perang tersebut.

Syahidnya Teuku Raja Angkasah, tidak membuat semangat Teuku Cut Ali dan pasukannya patah. Dalam perang di Terbangan, salah satu desa di Kecamatan Pasie Raja Kabupaten Aceh Selatan, Letnan Molenaar, komandan perang pasukan Belanda, tewas di tangan Teuku Cut Ali. Kemenangan demi kemenangan diraih Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya sejak tahun 1826. Banyak jatuh korban di pihak Belanda. Kondisi ini, jelas membuat Belanda semakin gerah dan dendam terhadap Cut Ali. Dia, tidak hanya memimpin perang di wilayah Bakongan, tapi sampai ke Wilayah Kluet, Kabupaten Aceh Selatan.

Pada Juni 1826, Teuku Cut Ali dan pejuang muslimin lainnya, kembali melancarkan serangan terhadap pasukan Belanda, di dekat Gampong Ie Mirah, Kecamatan Pasie Raja. Dalam penghadangan ini, satu marsose Belanda tewas. Di pihak pejuang Aceh syahid sembilan orang. Tapi, Cut Ali dan pasukannya, terus gencar melakukan serangan terhadap Belanda. Tanggal 26 Mei 1827, Teuku Cut Ali bergerilya ke wilayah Terbangan, Kecamatan Pasie Raja, untuk menyusun strategi dan melakukan penyerangan serta penghadangan terhadap pasukan Belanda. Namun, jejaknya diketahui Belanda yang saat itu dipimpin Kapten Paris atau dikenal dengan julukan Singa Afrika. Kapten Paris sengaja dikirim khusus oleh Belanda untuk menumpas dan melumpuhkan para pejuang Aceh yang di pimpin Teuku Cut Ali. Dengan jumlah pasukan yang banyak, Kapten Paris menyusun strategi untuk menghadang dan melumpuhkan Teuku Cut Ali dan pejuang lainnya. Maka, terjadilah perang yang sangat dahsyat antara pejuang Aceh dibawah pimpinan Teuku Cut Ali dan Belanda di bawah komando Kapten Paris.

Dalam perang ini, Teuku Cut Ali, didampingi Tgk Banta Saidi, atau lebih dikenal dengan Raja Lelo.Dia adalah panglima perang di Wilayah Kluet. Korban pun berjatuhan, baik di pihak pejuang maupun Belanda. Dan, akhirnya, Teuku Cut Ali syahid di tangan Kapten Paris. Melihat Cut Ali syahid, Raja Lelo menyerang balik Kapten Paris. Dengan kehebatan ilmu dalam yang dimilikinya, Raja Lelo berhasil melumpuhkan Kapten Paris dengan cara menyeruduk kemaluannya hingga tewas.

Dalam perang di Aceh Selatan ini, dua komandan perang pasukan Belanda, Letnan Monelaar dan Kapten Paris tewas di tangan Teuku Cut Ali dan Raja Lelo. Jasad Teuku Cut Ali, akhirnya di bawa ke Desa Suaq Bakong, Kecamatan Kluet Selatan, Kabupaten Aceh Selatan, dan dikuburkan di sana. Raja Lelo dan pejuang muslimin lainnya, terus melanjutkan perjuangan, menghadapi pasukan Belanda.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Kita Perlu Menyelamatkan Hutan dari Deforestasi

Hampir sepanjang tahun lalu, Greenpeace telah melakukan investigasi dan mendokumentasikan operasi kotor para perusak lingkungan dan hutan di Indonesia yang masih tersisa. Investigasi ini mengungkapkan kisah tentang sebuah perusahaan besar, dengan perilaku tidak bertanggung jawab dan melanggar hukum serta berhubungan langsung dengan hilangnya satwa yang terancam punah seperti harimau Sumatera. Jika hal itu belum cukup buruk, masih ada kabar lainnya: kita semua adalah bagian dari masalah tersebut. Laporan “Izin Untuk Memusnahkan” menunjukan bagaimana produsen pembuat biskuit Oreo, Gilette dan Clearasil, mengambil minyak sawit melalui Wilmar Internasional dan secara efektif membuat konsumen – yaitu saya dan Anda – tanpa disadari menjadi kaki tangan penghancuran hutan Indonesia. Kami di sini menyoroti penghancuran lingkungan yang secara sengaja dilakukan oleh korporasi global. Inilah 14 alasan mengapa kita harus menyampaikan pada perusahaan-perusahaan tersebut untuk menerapkan kebijakan ...

Manfaat Air bagi kehidupan Manusia

Fungsi dan Peran Air Bagi Kehidupan Manusia Salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan adalah Air. Tidak hanya penting bagi manusia Air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tubuhan. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia inti karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup. Manusia mungkin dapat hidup beberapa hari akan tetapi manusia tidak akan bertahan selama beberapa hari jika tidak minum karena sudah mutlak bahwa sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia itu terdiri dari 73% adalah air. Jadi bukan hal yang baru jika kehidupan yang ada di dunia ini dapat terus berlangsung karena tersedianya Air yang cukup. Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berupaya mengadakan air yang cukup bagi dirinya sendiri. Berikut ini air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dengan segala macam kegiatannya, antara lain digunakan untuk: Keperluan rumah tangga, misal...

SEJARAH KERAJAAN PEDIR (PIDIE)

Wilayah Kerajaan S ejarawan Aceh, M. Junus Jamil di dalam bukunya yang berjudul “Silsilah Tawarick Radja-Radja Kerajaan Aceh”, berisi tentang sejarah Negeri Pidie / Sjahir Poli. Kerajaan ini digambarkan sebagai daerah dataran rendah yang luas dengan tanah yang subur, sehingga kehidupan penduduknya makmur. Batas-batas kerajaan ini meliputi, sebelah timur dengan Kerajaan Samudra/Pasai, sebelah barat dengan Kerajaan Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan pegunungan, serta dengan selat Malaka di sebelah utara. Sementara dalam kisah pelayaran bangsa Portugal, Mereka menyebut Pidie sebagai Pedir, Sedangkan dalam kisah pelayaran bangsa Tiongkok disebut sebagai Poli. Asumsinya, orang Tiongkok tidak dapat menyebut kata “Pidie” seperti yang kita ucapkan. Dalam catatan pelayat Tiongkok itu disebutkan, bahwa Kerajaan Pedir luasnya sekitar seratus kali dua ratus mil, atau sekitar 50 hari perjalanan dari timur ke barat dan 20 hari perjalanan dari utara ke selatan. Menurut M. Junus Jamil, Suku...