Langsung ke konten utama

Singkil dalam Pernik Sejarah Aceh

SINGKIL, menjadi tersohor ke seluruh dunia, bukan  karena alamnya yang kaya seperti kayu, damar, rotan, kemenyan, kapur barus dan hasil laut yang melimpah. Wilayah ini pernah melahirkan dua ulama kharismatik, Syekh Abdurrauf dan Syekh Hamzah Fanshuri sebagai sekaligus pemantik khasanah budaya dan sejarah yang mengagumkan di nusantara.
Banyak pahlawan besar berasal dari Singkil yang peran mereka tak bisa dinafikan meskipun cenderung diabaikan dalam tonggak sejarah Aceh. Ada Siti Ambiyah, Sultan Daulat, Datuk Murad, Datuk Ijo atau Mat Ijo.  “Kerajaan-kerajaan Tua di Singkil (16  Mai 1989). Banyak terdapat kerajaan dan makam para ulama yang punya hubungan benang merah dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh,” kata sejarahwan Indonesia, Tengku Lukman Sinar.
Kerajaan Aceh Darussalam disegani di pelataran dunia, bukan hanya keluasan wilayah dan tentaranya yang hebat, akan tetapi Aceh menjadi pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, pusat tamaddun dan budaya yang agung. Kehebatan kompleksitas yang dimiliki Kerajaan Aceh Darussalam ini, merupakan saham terbesar dari pemikiran mufti fenomenal Syekh Abdurrauf atau lebih dikenal dengan Syiah Kuala dan Syekh Hamzah Fansuri.
Singkil dengan Aceh Darussalam, tidak bisa dipisahkan. Ada benang merah yang menjuntai, merenda dan berajut bagaikan seperangkat jala. Ketika orang menyebut Sultan Iskandar Muda, pasti akan menyebut Qadli Malikul Adil  Syekh Abdurrauf.  Sehingga ada hadih maja  yang sangat populer; “Adat bak Poteo Meureuhoom, hukum bak Syiah Kuala, Kanun bak Poetroe Phang, Reusam bak Lakseumana. Hukom ngon adat, lagee zat ngon sifeut.” Ungkapan ini menjadi falafah hidup dan politik rakyat Aceh.
Hamzah Fanzuri menoreh kesohoran peradaban Aceh, termasuk syair-syair dan sastra relegi tasawuf wujudiahnya. Hamzah Fansurilah orang pertama yang memelopori sastra dan bahasa Melayu di Aceh, hingga menjadi linguafranka dan dijadikan bahasa persatuan di nusantara. Ironinya, kedua putra Aceh Singkil ini harus ditenggelamkan dalam sejarah, bahkan difitnah. Padahal merekalah icon dari dari kemajuan ilmu pengetahuan dan sastra-budaya di provinsi Aceh.
Abuya Tengku Baihaqi (lahir 1931), seorang pimpinan Pesantern di Aceh Singkil, mengungkapkan, ketika ia masa kanak-kanak begitu merasakan nuansa dan suasana kerajaan-kerajaan di Singkil. Keluarganya sendiri pernah terlibat sebagai pemangku kerajaan, pada kerajaan Tangjung Mas, Simpang Kanan, Aceh Singkil. Kerajaan ini merupakan bagian dari kerajaan Aceh, yang sebelumnya pernah ditaklukan kerajaan Pagaruyung, Minang Kabau yang rajanya Cucu Ciandur Mata.
Ketika Putra Raja Minang Kabau ini melangsungkan perkawinan dengan Putri Raja Aceh. Raja Minang Kabau menyerahkan wilayah Simpang Kanan dan Simpang Kiri atau di kenal dengan “Rantau 12” kepada Raja Aceh sebagai uang antaran kawin (maskawin). Sejak itu, Simpang Kiri dan Simpang Kanan resmi menjadi wilayah kerajaan Aceh, dan semua kepala negeri diangkat langsung Sultan Aceh, Alaidin Ali Ri’yatsyah, dengan menyematkan keris Bawar.
Ketikaraja Aceh, Alaidin Ali Ri’ayatsyah yang dikenal Sultan al-Kahhar, kepada raja-raja di kerajaan Singkil diberikan tongkat jabatan berjambul emas. Sedangkan kerajaan Batu-batu di Simpang Kiri dan 13 kerajaan lainnya, diberikan tongkat jabatan dengan jambul perak.
Adanya pengukuhan dari Sultan Aceh, maka terbentuklah kerajaan-kerajaan kecil yang disebut “Raja Sinambelas” (raja 16). Kerajaan Sinambelas ini, tetap berada di bawah kerajaan Aceh Darussalam dengan Ibukota Banda Aceh. Kerajaan Sinambelas ini, berbentuk otonom, bisa melaksanakan pemerintahannya sendiri (lihat A. Mufti  Ali Yokyakarta: Nida 1970).
Pada masa itu, sebut Tgk. H. Baihaqi, di Singkil hanya ada dua  kerajaan besar. Yaitu, kerajaan Tualang di Simpang Kiri dan kerajaan Tanjung Mas, di Simpang Kanan. “Sedangkan kerajaan lain, hanya kerajaan kecil saja. Khusus kerajaan Batu-batu, di Simpang Kiri, bisa bertahan hingga masa penjajahan Belanda dan mereka pun sempat melakukan perlawanan dengan kaum kafir tersebut dengan pahlawan wanitanya Siti Ambiyah, Teuku Pane, Pak Onah, Juhur, dan Timang.  Sultan terakhirnya, bernama Sultan Daulat.  Kerajaan Batu-batu ini pun, pernah menjalin kerjasama dengan Sisingamangaraja dari Bakkara,” tutur Abuya.
Catatan Tome Pires, seorang pencatat Portugis tahun 1512-1515, dari tempat tinggalnya Melaka, bahwa kerajaan yang terdapat di Singkil ini berbatasan dengan kerajaan Barus dan disebelah Utara dengan kerajaan “Mencoba” atau Daya (Meulaboh). Pires menulis, Kerajaan Singkil ini, banyak menghasilkan damar, sutera,  lada, berbagai macam obat-obatan, dan emas. Masyarakatnya, banyak yang memiliki lancara, perahu bertiang yang sangat kencang. Ada sungai-sungai, tetapi sungainya tidak begitu kaya. Namun, dari sungai itu, masyarakat Singkil menaruh pengharapan dan memutar kehidupan juga dari sungai ini orang Singkil memperoleh kearifan.
Menurut Abuya Baihaqi, rakyat yang berdomisili di kerajaan-kerajaan yang ada di Singkil, terutama kerajaan yang berada di pedalaman, ketika itu belum beragama, masih ‘Sepele Begu’. Mereka berasal dari Dairi. Setelah mereka lama menetap, mereka masuk Islam. Singkil pernah dipisahkan Belanda, tapi tahun 1905 asisten Residen Pootman menetapkan Singkil tunduk kepada Gubernur Meliter Aceh, dan berada di bawah asisten residen Aceh Barat. Baru pada tahun 1948, ketika Aceh Selatan pisah dengan Aceh Barat Singkil  berada di bawah Kabupaten Aceh Selatan bersama dengan kewedanaan Tapaktuan dan Bakongan. 

(Serambi Indonesia -Penulis; Sadri Ondang Jaya, guru dan peminat sejarah)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mengapa Kita Perlu Menyelamatkan Hutan dari Deforestasi

Hampir sepanjang tahun lalu, Greenpeace telah melakukan investigasi dan mendokumentasikan operasi kotor para perusak lingkungan dan hutan di Indonesia yang masih tersisa. Investigasi ini mengungkapkan kisah tentang sebuah perusahaan besar, dengan perilaku tidak bertanggung jawab dan melanggar hukum serta berhubungan langsung dengan hilangnya satwa yang terancam punah seperti harimau Sumatera. Jika hal itu belum cukup buruk, masih ada kabar lainnya: kita semua adalah bagian dari masalah tersebut. Laporan “Izin Untuk Memusnahkan” menunjukan bagaimana produsen pembuat biskuit Oreo, Gilette dan Clearasil, mengambil minyak sawit melalui Wilmar Internasional dan secara efektif membuat konsumen – yaitu saya dan Anda – tanpa disadari menjadi kaki tangan penghancuran hutan Indonesia. Kami di sini menyoroti penghancuran lingkungan yang secara sengaja dilakukan oleh korporasi global. Inilah 14 alasan mengapa kita harus menyampaikan pada perusahaan-perusahaan tersebut untuk menerapkan kebijakan ...

Manfaat Air bagi kehidupan Manusia

Fungsi dan Peran Air Bagi Kehidupan Manusia Salah satu kebutuhan pokok sehari-hari makhluk hidup di dunia ini yang tidak dapat terpisahkan adalah Air. Tidak hanya penting bagi manusia Air merupakan bagian yang penting bagi makhluk hidup baik hewan dan tubuhan. Tanpa air kemungkinan tidak ada kehidupan di dunia inti karena semua makhluk hidup sangat memerlukan air untuk bertahan hidup. Manusia mungkin dapat hidup beberapa hari akan tetapi manusia tidak akan bertahan selama beberapa hari jika tidak minum karena sudah mutlak bahwa sebagian besar zat pembentuk tubuh manusia itu terdiri dari 73% adalah air. Jadi bukan hal yang baru jika kehidupan yang ada di dunia ini dapat terus berlangsung karena tersedianya Air yang cukup. Dalam usaha mempertahankan kelangsungan hidupnya, manusia berupaya mengadakan air yang cukup bagi dirinya sendiri. Berikut ini air merupakan kebutuhan pokok bagi manusia dengan segala macam kegiatannya, antara lain digunakan untuk: Keperluan rumah tangga, misal...

SEJARAH KERAJAAN PEDIR (PIDIE)

Wilayah Kerajaan S ejarawan Aceh, M. Junus Jamil di dalam bukunya yang berjudul “Silsilah Tawarick Radja-Radja Kerajaan Aceh”, berisi tentang sejarah Negeri Pidie / Sjahir Poli. Kerajaan ini digambarkan sebagai daerah dataran rendah yang luas dengan tanah yang subur, sehingga kehidupan penduduknya makmur. Batas-batas kerajaan ini meliputi, sebelah timur dengan Kerajaan Samudra/Pasai, sebelah barat dengan Kerajaan Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan pegunungan, serta dengan selat Malaka di sebelah utara. Sementara dalam kisah pelayaran bangsa Portugal, Mereka menyebut Pidie sebagai Pedir, Sedangkan dalam kisah pelayaran bangsa Tiongkok disebut sebagai Poli. Asumsinya, orang Tiongkok tidak dapat menyebut kata “Pidie” seperti yang kita ucapkan. Dalam catatan pelayat Tiongkok itu disebutkan, bahwa Kerajaan Pedir luasnya sekitar seratus kali dua ratus mil, atau sekitar 50 hari perjalanan dari timur ke barat dan 20 hari perjalanan dari utara ke selatan. Menurut M. Junus Jamil, Suku...