Langsung ke konten utama

Aceh Daerah Pertama di Indonesia Menerima Islam

Aceh merupakan daerah pertama yang menerima kedatangan Islam di Indonesia, tepatnya di Pasai, kata dosen ilmu sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Suprayitno.
Hal itu disampaikannya pada dialog "Jejak Kebudayaan Islam di Sumatera" yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, di Medan, Selasa.
Ia menjelaskan, mengacu pada seminar tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia yang telah digelar tiga kali yakni di Medan (1963), Banda Aceh (1978) dan Kuala Simpang (1980), disimpulkan bahwa Islam datang langsung dari Arab pada abad pertama Hijriah atau ke-7 Masehi.
Adapun daearah pertama yang menerima kedatangan Islam yakni Aceh, tepatnya di Pasai, Aceh Utara, dan Peurelak, Aceh Timur, katanya.
Ia menambahkan, proses awal kedatangan Islam di Sumatera terlebih Indonesia bisa dilihat dengan rujukan sejumlah data, khsususnya data prasasti Islam yakni batu nisan Aceh.
Berdasarkan beberapa referensi para ilmuwan, katanya, tercatat sebanyak 300 prasasti Islam yang mengungkapkan secara singkat, tokoh lelaki maupun perempuan yang pernah menjadi pelaku ataupun saksi dalam peristiwa perubahan budaya yang dahsyat itu.
Peta sebaran parasasti Islam itu, katanya, menunjukkan kepada tiga kawasan utama, yakni bagian Utara Sumatera (Aceh dan Aru), Semenanjung Tanah Melayu (dua pusatnya di Johor dan Patani), Brunei dan Kepulauan Sulu.
Berdasarkan temuan di Kuta Lubhok, terutama batu nisan tipe Plak Pling atau AB2 dan AP2 yang bertanggal 1007 Masehi, maka Tapak Kuta Lubhok menempati posisi penting dalam kajian awal Islam di Sumatera.
Peneliti Balai Arkeologi Palembang Budi Wiyana mengatakan, masuknya Islam melalui Sumatera dinilai cukup memungkinkan.
"Sulit diterima secara logika, bila ajaran Islam itu masuk melalui daerah lain kecuali Sumatera, karena biasanya ajaran itu masuk melalui jalur perdagangan dan perkawinan," katanya.
Peneliti Senior Badan Arkeologi Medan Lucas Partanda Koestoro, DEA mengatakan, secara geografis kemungkinan besar masuknya ajaran Islam di Indonesia melalui Sumatera, yakni Aceh dan Barus.

Sumnber : ANTARA News

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KERAJAAN PEDIR (PIDIE)

Wilayah Kerajaan S ejarawan Aceh, M. Junus Jamil di dalam bukunya yang berjudul “Silsilah Tawarick Radja-Radja Kerajaan Aceh”, berisi tentang sejarah Negeri Pidie / Sjahir Poli. Kerajaan ini digambarkan sebagai daerah dataran rendah yang luas dengan tanah yang subur, sehingga kehidupan penduduknya makmur. Batas-batas kerajaan ini meliputi, sebelah timur dengan Kerajaan Samudra/Pasai, sebelah barat dengan Kerajaan Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan pegunungan, serta dengan selat Malaka di sebelah utara. Sementara dalam kisah pelayaran bangsa Portugal, Mereka menyebut Pidie sebagai Pedir, Sedangkan dalam kisah pelayaran bangsa Tiongkok disebut sebagai Poli. Asumsinya, orang Tiongkok tidak dapat menyebut kata “Pidie” seperti yang kita ucapkan. Dalam catatan pelayat Tiongkok itu disebutkan, bahwa Kerajaan Pedir luasnya sekitar seratus kali dua ratus mil, atau sekitar 50 hari perjalanan dari timur ke barat dan 20 hari perjalanan dari utara ke selatan. Menurut M. Junus Jamil, Suku...

Ranup Lampuan

Ranup Lampuan adalah kesenian tari yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam. Tari ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi hidup warga Aceh, yakni menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu. Gerakan demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik, membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat Aceh. Menilik karakteristiknya, atas dasar tersebut, tari ini digolongkan ke dalam jenis tari adat/upacara. Tarian Ranup Lampuan (ATjeh) Sejarah Ranup Lampuan Ranup (atau ranub) dalam Bahasa Aceh memang berarti sirih, sementara lampuan terdiri dari dua kata, yakni (lam) yang artinya dalam, dan (puan) yang berarti tempat sirih khas Aceh. Tarian ini diciptakan oleh Yusrizal (Banda Aceh) kurang lebih pada 1962 (Burhan, 1986; 141). Tak lama setelah populer di Banda Aceh, tari ini berkembang di berbagai daerah lainnya di Nangroe Aceh Darussalam. Selain Ra...

Teuku Cut Ali "Pejuang Dari Aceh Selatan"

T euku Cut Ali dilahirkan di Desa Kuta Baro, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, tahun 1795. Ayahnya, Teuku Cut Hajat, ibunya Nyak Puetro. Teuku Cut Ali, salah satu keturunan Raja Trumon. Kakeknya, Teuku Nyak Dhien, Raja keenam yang pernah memimpi Kerajaan Trumon.Trumon, merupakan salah satu daerah termasyur dan makmur di Wilayah Aceh Selatan. Itu disebabkan, karena Kerajaan Trumon, merupakan sembilan dari kerajaan Aceh yang memiliki Cap Sikureng (Cap Sembilan). Trumon, mempunyai mata uang sendiri dan tidak saja diakui di Aceh, tapi juga dunia. Sejak kanak-kanak, Teuku Cut Ali, sudah memiliki bakat seorang pejuang. Itu, terlihat dari sikapnya yang tegas dan setia kepada teman. Teuku Raja Angkasah, merupakan teman akrab Teuku Cut Ali, mereka sama-sama berjuang melawan Belanda di medan perang. Saat usia 18 tahun, Teuku Cut Ali, sudah ikut berperang melawan Belanda. Beranjak usia 20 tahun, Teuku Cut Ali, dipercayakan menjadi Panglima Sagoe dan sejumlah pejuang Aceh...