Langsung ke konten utama

Kerajaan Islam Jaya

Kerajaan Islam Jaya sebelumnya merupakan Kerajaan Indra Jaya, sebuah kerajaan yang berpusat di Bandar Paton Bie (Sendu). Proses perubahan menjadi sebuah kerajaan Islam diawali dengan mengungsinya rakyat beserta raja Kerajaan Indra Jaya untuk menghindari serangan tentara angkatan laut Negeri Cina dengan panglimanya Liang Khi yang menyerang negeri mereka. Liang Khi kemudian menjadi raja sampai beberapa keturunan di Kerajaan Indra Jaya.

Raja Indra Jaya beserta rombongan pengikutnya yang mengungsi akhirnya menemukan suatu tanah datar yang subur disebelah gunung Geurutee dan kemudian menetap di daerah tersebut. Daerah tersebut dinamai Indra Jaya, yaitu nama lanjutan dari Kerajaannya. Beberapa masa kemudian, Kerajaan Indra Jaya didatangi oleh serombongan Mubaligh dibawah pimpinan Meurah Pupok Teungku Sagop. Mereka kemudian mengembangkan ajaran Islam dan berhasil mengislamkan raja dari Kerajaan Indra Jaya tersebut.

Setelah Raja Indra Jaya mangkat maka Meurah Pupok diangkat menjadi Raja Negeri tersebut, dengan kerajaannya yang bernama Kerjaan Islam Jaya. Diantara raja-raja yang terkenal namanya dari keturunan Meurah Pupok adalah Meureuhhom Onga (Almahrum Onga).

Setelah Raja Onga mangkat, Kerajaan Islam Jaya mengalami kemunduran dan kekacauan, dan akhirnya direbut oleh Raja Inayat Syah dan Puteranya Riayal Syah dari Kerajaan Darussalam. Putera mahkota Riayat Syah diangkat menjadi Raja dari Kerajaan Islam Jaya dengan gelar Sulthan Salathin Riayat Syah sedangkan ayahnya Sulthan Inayat Syah tetap memerintah Kerajaan Darussalam 885–895 H (1480–1490 M). Pada waktu Kerajaan Darussalam diperintah oleh Syamsu Syah 902–916 H (1497–1511 M) terjadi konflik (sengketa) dengan Kerajaan Islam Jaya, bahwa Kerajaan Islam Jaya telah terpengaruh oleh hasutan Portugis. Akhirnya mereka kembali berdamai setelah Sulthan Syamsu Syah yang bernama Raja muda Ali Mukhayat Syah mengawini Puteri Raja Jaya yang bernama Puetri Hur. Tanggal 7 Rajab 913 H (12 November 1508) Sulthan Salathin Syah mangkat. Ia dikenang dengan nama Meuhom Jaya.








Diperoleh dari: "http://acehpedia.org/Kerajaan_Islam_Jaya"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SEJARAH KERAJAAN PEDIR (PIDIE)

Wilayah Kerajaan S ejarawan Aceh, M. Junus Jamil di dalam bukunya yang berjudul “Silsilah Tawarick Radja-Radja Kerajaan Aceh”, berisi tentang sejarah Negeri Pidie / Sjahir Poli. Kerajaan ini digambarkan sebagai daerah dataran rendah yang luas dengan tanah yang subur, sehingga kehidupan penduduknya makmur. Batas-batas kerajaan ini meliputi, sebelah timur dengan Kerajaan Samudra/Pasai, sebelah barat dengan Kerajaan Aceh Darussalam, sebelah selatan dengan pegunungan, serta dengan selat Malaka di sebelah utara. Sementara dalam kisah pelayaran bangsa Portugal, Mereka menyebut Pidie sebagai Pedir, Sedangkan dalam kisah pelayaran bangsa Tiongkok disebut sebagai Poli. Asumsinya, orang Tiongkok tidak dapat menyebut kata “Pidie” seperti yang kita ucapkan. Dalam catatan pelayat Tiongkok itu disebutkan, bahwa Kerajaan Pedir luasnya sekitar seratus kali dua ratus mil, atau sekitar 50 hari perjalanan dari timur ke barat dan 20 hari perjalanan dari utara ke selatan. Menurut M. Junus Jamil, Suku...

Ranup Lampuan

Ranup Lampuan adalah kesenian tari yang berasal dari Nangroe Aceh Darussalam. Tari ini merupakan visualisasi dari salah satu filosofi hidup warga Aceh, yakni menjunjung keramah-tamahan dalam menyambut tamu. Gerakan demi gerakan dalam Ranup Lampuan menggambarkan prosesi memetik, membungkus, dan menghidangkan sirih kepada tamu yang dihormati, sebagaimana kebiasaan menghidangkan sirih kepada tamu yang berlaku dalam adat masyarakat Aceh. Menilik karakteristiknya, atas dasar tersebut, tari ini digolongkan ke dalam jenis tari adat/upacara. Tarian Ranup Lampuan (ATjeh) Sejarah Ranup Lampuan Ranup (atau ranub) dalam Bahasa Aceh memang berarti sirih, sementara lampuan terdiri dari dua kata, yakni (lam) yang artinya dalam, dan (puan) yang berarti tempat sirih khas Aceh. Tarian ini diciptakan oleh Yusrizal (Banda Aceh) kurang lebih pada 1962 (Burhan, 1986; 141). Tak lama setelah populer di Banda Aceh, tari ini berkembang di berbagai daerah lainnya di Nangroe Aceh Darussalam. Selain Ra...

Teuku Cut Ali "Pejuang Dari Aceh Selatan"

T euku Cut Ali dilahirkan di Desa Kuta Baro, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, tahun 1795. Ayahnya, Teuku Cut Hajat, ibunya Nyak Puetro. Teuku Cut Ali, salah satu keturunan Raja Trumon. Kakeknya, Teuku Nyak Dhien, Raja keenam yang pernah memimpi Kerajaan Trumon.Trumon, merupakan salah satu daerah termasyur dan makmur di Wilayah Aceh Selatan. Itu disebabkan, karena Kerajaan Trumon, merupakan sembilan dari kerajaan Aceh yang memiliki Cap Sikureng (Cap Sembilan). Trumon, mempunyai mata uang sendiri dan tidak saja diakui di Aceh, tapi juga dunia. Sejak kanak-kanak, Teuku Cut Ali, sudah memiliki bakat seorang pejuang. Itu, terlihat dari sikapnya yang tegas dan setia kepada teman. Teuku Raja Angkasah, merupakan teman akrab Teuku Cut Ali, mereka sama-sama berjuang melawan Belanda di medan perang. Saat usia 18 tahun, Teuku Cut Ali, sudah ikut berperang melawan Belanda. Beranjak usia 20 tahun, Teuku Cut Ali, dipercayakan menjadi Panglima Sagoe dan sejumlah pejuang Aceh...