Gajah di dunia banyak terdapat di Asia dan
Afrika . Hewan ini sangat besar bisa mencapai ukuran 3 sampai 5 meter dengan
berat bisa mencapai 2 ton dan usianya bisa mencapai 150 hingga 200 tahun. Hewan
gajah di beberapa masyarakat Asia Tenggara dianggap binatang yang memiliki
keramat contohnya pada masyarakat Thailand hingga kini selain gajah disimbolkan
sebagai lambang Negara, gajah-gajah juga dipelihara bukan sekedar sebagai
atraksi pariwisata tetapi pemelihara gajah juga bentuk pengabdian kepada
pencipta.
Apa kaitan antara hewan gajah dengan
sejarah Aceh bahkan Kodam Iskandar Muda hingga saat ini menggunakan lambang
gajah Putih. Diantara hewan-hewan yang sering disebut sebagai peliharaan
kerajaan, gajah adalah hewan yang melegenda di kerajaan-kerajaan yang pernah
ada di Aceh. Berikut kutipan tentang gajah yang pernah ada dalam sejarah Aceh :
Menurut catatan ahli sejarah purbakala
dipermulaaan tahun Masehi ahli geografi dari bangsa Griek dan Rome dalam
lawatannya mengunjungi daerah-daerah India Belakang hingga sampai ke kepulauan
nusantara. Ketika mereka sampai ke daerah Ujung Sumatera disana didapati sebuah
kerajaan yang teratur, dimana rajanya mengendarai gajah dan memakai mahkota
yang besar di kepalanya yang dibuat dari pada emas dan perhiasan batu permata.
Mereka menamai kerajaan itu dengan nama Tabrobane.
Dalam tahun 500 Masehi, pernah didapati
oleh pengembara-pengambara asing yang pernah mengunjungi ujung utara Pulau
Sumatera disana didapati sebuah kerajaan yang bernama Poli rakyatnya beragama
Budha rajanya mengendarai gajah. Raja itu dari dinasti Liang.
Dalam kitab Rahlah Abu Ishak Al Makarany
disebut dalam tahun 540 H. = 1146 M. Di daerah Peureulak telah terdapat sebuah
kerajaan Islam Sultan yang memerintah bernama dan bergelar Sultan Machdoem
Johan Berdaulat Malik Mahmud Syah. Kelebihan dan kemegahan Sultan ini antara
lain Baginda mengendari Gajah yang berhias emas yang berwarna warni Sultan ini
memerintah dalam tahun 527-552 H = 1134-1158 M.
Dalam tahun 665 H. = 1265 M. Marcopolo
pernah datang ke negeri Samudera (Pase) dalam masa pemerintahan Sultan Malikus
Saleh (Meurah Siloo) dimana didapati Sultan Malikusaleh selain mempunyai
tentara berkuda yang banyak juga baginda mempunyai kenderaan gajah. Dalam tahun
744 H = 1345 M. seorang pengembara Arab yang bernama Ibnu Batuttah mengunjungi
kerajaan Samudera Pase dalam masa pemerintahan Sultan Ahmad Malikul Dhahir bin
Sultan Muhammad Malikul Dhahir bin Sultan Malikus Saleh Meurah Siloo, yang
memerintah dalam tahun 725-750 H. = 1326-1350 M.
Ibnu Batutah menulis dalam bukunya yang
bernama Rahlah Ibnu Batutah tentang kedatangannya ke negeri Samudera/Pase
sambutan dari kerajaan begitu meriah terhadap tamu kerajaan masjid dan para
ulamamnya begitu agung. Diantara kebesaran dari kerajaan Samudera adalah ia
memiliki 2000 laskar berkuda yang pakaian penunggangnya serba emas dan perak
juga didapati 300 tentara gajah yang lengkap dengan perhiasan dan
persenjataannya. Ibnu Batutah bemukim di negeri Samudera dan dapat menyaksikan
bermacam-macam upacara kerajaan. Beliau menegaskan yang dapat menyerupai
kerajaan Samudera /Pase adalah kerajaan Delhi (India).
,,Slaan wij met Valentijn, een blik op het
Koningkrijk van Atsjeh, gelijk hij het noemt, dan moet de Beheerscher dc grootste
Vorst van geheel Soematra geweest zijn, wiens titels, onder anderen, dus
luidden : ,,Een Koning, die bezit dan getanden olifant, den rooden, den
gekleurden, den zwarten, den witten, den gespikkelden olifant ; een Koning wien
God-almagtig schenk kleeding voor de olifanten, met goud en edelgesteenten
versierd, benevens een groot aantal strijdolifanten, met ijzeren huizen op
hunnen rug, wier tanden met ijzeren scheden overtrokken, en die met operen
schoenen gewapen zijn".
( Artinja : ,,Pandangan kami bersama-sama dengan tuan Valentijn, selayang pandang pada Kerajaan Aceh, sesuai dengan apa jang disebutnya, maka sebenarnyalah, bahwa yang berkuasa itu adalah ,,Maharaja jang terbesar di seluruh Sumatra, yang gelarannya antara lain, berbunyi sebagai berikut: “ Seorang Raja, yang mempunyai gajah yang bergading, yang berwarna, yang mewah, yang hitam, yang putih dan yang belang ; Seorang Raja yang kepadaya dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa memberi pakaian gajah-hajah itu dengan perhiasan emas dan batu permata (ratna mutu-manikam), juga sejumlah besar dari gajah peperangan, dengan kereta kencana di atas punggungnya, yang gading-gadingnja bersalutkan besi dan diberi sepatu tembaga.
( Artinja : ,,Pandangan kami bersama-sama dengan tuan Valentijn, selayang pandang pada Kerajaan Aceh, sesuai dengan apa jang disebutnya, maka sebenarnyalah, bahwa yang berkuasa itu adalah ,,Maharaja jang terbesar di seluruh Sumatra, yang gelarannya antara lain, berbunyi sebagai berikut: “ Seorang Raja, yang mempunyai gajah yang bergading, yang berwarna, yang mewah, yang hitam, yang putih dan yang belang ; Seorang Raja yang kepadaya dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa memberi pakaian gajah-hajah itu dengan perhiasan emas dan batu permata (ratna mutu-manikam), juga sejumlah besar dari gajah peperangan, dengan kereta kencana di atas punggungnya, yang gading-gadingnja bersalutkan besi dan diberi sepatu tembaga.
Selanjutnya Valentijn menyebut dalam
bukunja tentang tinjauannya terhadap Kerajaan Aceh antara lain : Sultan Aceh
mempunyai 40-50 ribu angkatan perang yang dapat dikerahkan ke medan perang
dengan 2-3 ribu pucuk meriam yang dapat dibawa bersama, serta lengkap dengan
mesiu dan peluru pelurunya. Juga Sultan Aceh (keradjaan Aceh), benar mempunyai
1000 ekor gajah yang dapat dipergunakan dalam peperangan, dan 200 kapal perang
yang telah diturunkan ke air yang lengkap dipersenjatai dengan meriam-meriam
dan alat perang lainnja.
JENIS GAJAH DI ACEH
Di India jenis gajah dibagi kepada 3 jenis
yang dinamai : KOEMIRA, DEWASALA dan MIERGA, maka di Aceh dalam gajah-gajah itu
dibagi atas 4 jenis yang dinamai :
1. GAJAH MOENDAM
yaitu gajah yang badannya besar panjang,
punggungnya tidak bungkuk, bentuk tubuhnya cantik, bagian depan dan ekornya
sama tinggi. Daun telinganya tidak begitu lebar dan, lembut. Pandangan matanya
lembut dan jinak. Jenis gajah ini cepat jinak, mudah diajar dan patuh, akan
ajaran. Tahan lapar, tidak mudah berontak. Setia dan membela kawan,
pekerjaannya sangat teratur dan tidak merusak. Tinja dan air seninya berwaktu
dan tetap(tidak berserak-serak) tidak mau menabrak pagar dan dinding walaupun
dipaksa, senantiasa mencari jalan yang biasa dilalui dan dicarinya pintu
walaupun berkeliling jalannya. Suka kepada bunyi-bunyian dan perhiasan. Gajah
ini sering dipergunakan dalam upacara kebesaran dari pasukan pengiring
raja-raja.
2. GAJAH BUGAM
yaitu sebangsa gajah yang badannya tinggi
besar dan pendek badannya, punggungnya bungkuk.
3. GAJAH SIAWANG
yaitu gajah yang badannya kecil dan pendek,
bulunja kemerahan. Gajah ini liar, sukar diajar, malas dan suka berontak.
Sangat rakus dan merusakkan tanaman. kedua macam gajah ini (gajah Bugam dan
gajah Siawang), kebanyakan dipergunakan untuk gajah peperangan dan dalam
pekerjaan yang kasar.
4. GAJAH KENG
yaitu sebangsa gajah yang depannya lebih
tinggi dari ekornya, daun telinganya kaku dan lebar melewati kepalanya, bulunja
kemerah-merahan. Gajah ini tidak suka berkawan, sangat liar dan amat jahat
perangainya. Gajah ini tidak dapat dipergunakan dimana-mana.
Dalam masyarakat Aceh, ada kata-kata yang
tertentu untuk menyebut gajah ; Pomeurah, Pobeuransah, Teukoe-rajeuk, dan
Tanoh-manjang.
Komentar