Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2014

Riset baru berusaha mengukur peran hutan dalam adaptasi iklim

Montpellier, Perancis – Kita tahu bahwa hutan berperan dalam mitigasi perubahan iklim. Namun kemampuan hutan yang seperti apa yang dapat membantu kita untuk beradaptasi dengan hal tersebut? Pernyataan pertama sudah diketahui dengan baik; namun yang kedua masih belum. Kesenjangan pengetahuan ini telah mendorong sebuah studi strategi masyarakat pedesaan berbasis hutan dalam upaya resiliensi terhadap variasi iklim antar tiga benua. Hasil awal dari riset ini di Indonesia menunjukkan bahwa hutan memegang peranan kunci terkait bagaimana masyarakat menghadapi bencana alam. “Pertanyaan riset kami adalah bagaimana hutan mampu mengurangi kerentanan masyarakat terhadap variasi iklim,” ujar Florie Chazarin, seorang research fellow di Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR). Chazarin, bersama dengan rekannya Giacomo Fedele, sedang melakukan sebuah studi komparatif di Peru, Burkina Faso dan Indonesia. Ketiga negara ini dipilih karena “adanya peningkatan kerentanan

Singkil dalam Pernik Sejarah Aceh

SINGKIL, menjadi tersohor ke seluruh dunia, bukan  karena alamnya yang kaya seperti kayu, damar, rotan, kemenyan, kapur barus dan hasil laut yang melimpah. Wilayah ini pernah melahirkan dua ulama kharismatik, Syekh Abdurrauf dan Syekh Hamzah Fanshuri sebagai sekaligus pemantik khasanah budaya dan sejarah yang mengagumkan di nusantara. Banyak pahlawan besar berasal dari Singkil yang peran mereka tak bisa dinafikan meskipun cenderung diabaikan dalam tonggak sejarah Aceh. Ada Siti Ambiyah, Sultan Daulat, Datuk Murad, Datuk Ijo atau Mat Ijo.  “Kerajaan-kerajaan Tua di Singkil (16  Mai 1989). Banyak terdapat kerajaan dan makam para ulama yang punya hubungan benang merah dengan kerajaan-kerajaan yang ada di Aceh,” kata sejarahwan Indonesia, Tengku Lukman Sinar. Kerajaan Aceh Darussalam disegani di pelataran dunia, bukan hanya keluasan wilayah dan tentaranya yang hebat, akan tetapi Aceh menjadi pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan, pusat tamaddun dan budaya yang agung. Ke

Hamzah Fansuri, Pemantik Peradaban Aceh

TAK banyak sejarah yang menukil seorang maestro peradaban yang tidak hanya dikenal di timur tapi juga di Barat. Dia Hamzah Fansuri, ulama yang pujangga nusantara. Dalam karya-karyanya ditemukan kunci peradaban satu kaum (Aceh). Di Malaysia, sastra menjadi tumpuan kaki peradaban Melayu, sehingga pujangga ditempatkan di atas para intelektual. Jika kita simak  satu lagu Aceh yang sering dinyanyikan oleh Rafly, maka kita tidak akan bisa melupakan syair berikut. //Wahai muda kenali dirimu/ ialah, perahu tamsil tubuhmu tiadalah berapa lama hidupmu/ ke akhirat jua kekal diammu Hai muda arif budiman/ hasilkan kemudi dengan pedoman alat perahumu jua kerjakan/ itulah jalan membetuli insane Wujud Allah nama perahunya/ ilmu Allah akan kurungnya iman Allah nama kemudinya/ yakin akan Allah nama pawangnya Tuntuti ilmu jangan kepalang/ di dalam kubur terbaring seorang Munkar wa Nakir ke sana datang/ menanyakan jikalau ada engkau sembahyang Munkar wa Nakir bukan ke

Dayah: Sejak Sultan Hingga Sekarang

K isah Kampung Biduen (Pelacuran) di Lampulo Banda Aceh. Beratus-ratus tahun lalu, kampung ini menjadi pusat prostitusi pada masa kerajaan Aceh. Namun sebutan ini dapat dihapuskan dengan kelembutan tangan Syeikh Abdurrauf Al Fansuri Ashingkili. Kisah ini saya peroleh dari tulisan Muhammad Yunus Jamil yang meninggal dunia pada tahun 1978.  Sejarawan sederhana ini memang selalu menukilkan sejarah Aceh dari perspektif lokal. Salah satu buku yang terakhir berjudul ìGerak  Kebangkitan Acehî. Dalam buku itu, Yunus menuturkan bahwa disebelah timur daratan pantai kuala Aceh, dulunya daerah perdagangan dan banyak bangsa asing, dari Eropa, India, Cina, Arab menetap di sana dan disitu tempat loji-loji  bangsa asing. Disitu juga ada Kampong Bidook, juga disebut kampung Biduen (kampung pelacuran).  Saat itu, selain warga Aceh, banyak orang orang seperti orang Tionghoa serta orang asing (bukan Eropa) yang menetap di sana (Yunus Jamil:1975). Komplek  pelacuran ini hilang setelah S

Aceh Daerah Pertama di Indonesia Menerima Islam

Aceh merupakan daerah pertama yang menerima kedatangan Islam di Indonesia, tepatnya di Pasai, kata dosen ilmu sejarah Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, Suprayitno. Hal itu disampaikannya pada dialog "Jejak Kebudayaan Islam di Sumatera" yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara, di Medan, Selasa. Ia menjelaskan, mengacu pada seminar tentang sejarah masuk dan berkembangnya Islam di Indonesia yang telah digelar tiga kali yakni di Medan (1963), Banda Aceh (1978) dan Kuala Simpang (1980), disimpulkan bahwa Islam datang langsung dari Arab pada abad pertama Hijriah atau ke-7 Masehi. Adapun daearah pertama yang menerima kedatangan Islam yakni Aceh, tepatnya di Pasai, Aceh Utara, dan Peurelak, Aceh Timur, katanya. Ia menambahkan, proses awal kedatangan Islam di Sumatera terlebih Indonesia bisa dilihat dengan rujukan sejumlah data, khsususnya data prasasti Islam yakni batu nisan Aceh. Berdasarkan beberapa referensi par

Chik Awe Geutah, Intelektual Muda

CATATAN tentang ulama Mekkah yang ke Aceh pada masa Sultan Badrul Munir Jamailullail bin Syarif Hasyim (1703-1726). Sejak Azyumardi Azra meneliti jaringan ulama Nusantara pada abad XVII-XVII, didapati hubungan Aceh dengan Haramayn (Mekkah dan Madinah) telah membawa gagasan pembaharuan Islam di Nusantara. Maka kehadiran Chik Awe Geutah ke Aceh tidak lepas dari jaringan ulama pada abad ke-17 dan 18 itu. Tgk Chik Awe Geutah yang nama aslinya Syaikh ëAbdurrahim Bawarith al-Asyi adalah anak Syaikh Jamaluddin al-Bawaris dari Zabid Yaman. Bersama adiknya Syaikh Abdussalam Bawarith al-Asyi, dan tujuh ulama lain, di antaranya Teungku di Kandang dan Syaikh Daud Ar Rumi, mereka berangkat ke Aceh. Sampai sekarang, keturunan Chik Awe Geutah bermukim di sekitar kuburannya di Awe Geutah, Peusangan. Dari wilayah itu beliau menyiarkan Isl‚m  ke seluruh pelosok Serambi Mekkah dengan berkonsentrasi pada ilmu tafsir, hadits, fiqah dan tassauf. Sedangkan adiknya yang menetap di Samalang

Kampung Biduen

AHAD  ini, kita mengupas kisah Kampung Biduen (Pelacuran) di Lampulo Banda Aceh. Beratus-ratus tahun lalu, kampung ini menjadi pusat prostitusi pada masa kerajaan Aceh. Namun sebutan ini dapat dihapuskan dengan kelembutan tangan Syeikh Abdurrauf Al Fansuri Ashingkili. Kisah ini saya peroleh dari tulisan Muhammad Yunus Jamil yang meninggal dunia pada tahun 1978.  Sejarawan sederhana ini memang selalu menukilkan sejarah Aceh dari perspektif lokal. Salah satu buku yang terakhir berjudul ìGerak  Kebangkitan Acehî. Dalam buku itu, Yunus menuturkan bahwa disebelah timur daratan pantai kuala Aceh, dulunya daerah perdagangan dan banyak bangsa asing, dari Eropa, India, Cina, Arab menetap di sana dan disitu tempat loji-loji  bangsa asing. Disitu juga ada Kampong Bidook, juga disebut kampung Biduen (kampung pelacuran).  Saat itu, selain warga Aceh, banyak orang orang seperti orang Tionghoa serta orang asing (bukan Eropa) yang menetap di sana (Yunus Jamil:1975). Komplek  pelacu

Teuku Cut Ali "Pejuang Dari Aceh Selatan"

T euku Cut Ali dilahirkan di Desa Kuta Baro, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan, tahun 1795. Ayahnya, Teuku Cut Hajat, ibunya Nyak Puetro. Teuku Cut Ali, salah satu keturunan Raja Trumon. Kakeknya, Teuku Nyak Dhien, Raja keenam yang pernah memimpi Kerajaan Trumon.Trumon, merupakan salah satu daerah termasyur dan makmur di Wilayah Aceh Selatan. Itu disebabkan, karena Kerajaan Trumon, merupakan sembilan dari kerajaan Aceh yang memiliki Cap Sikureng (Cap Sembilan). Trumon, mempunyai mata uang sendiri dan tidak saja diakui di Aceh, tapi juga dunia. Sejak kanak-kanak, Teuku Cut Ali, sudah memiliki bakat seorang pejuang. Itu, terlihat dari sikapnya yang tegas dan setia kepada teman. Teuku Raja Angkasah, merupakan teman akrab Teuku Cut Ali, mereka sama-sama berjuang melawan Belanda di medan perang. Saat usia 18 tahun, Teuku Cut Ali, sudah ikut berperang melawan Belanda. Beranjak usia 20 tahun, Teuku Cut Ali, dipercayakan menjadi Panglima Sagoe dan sejumlah pejuang Aceh

Pencemaran Lingkungan (Artikel)

     Masalah pencemaran lingkungan merupakan masalah lama yang dihadapi manusia dimana hingga saat ini masalah tersebut masih belum dapat terselesaikan, malah bertambah parah. Pencemaran lingkungan adalah masuknya substansi-substansi berbahaya ke dalam lingkungan sehingga kualitas lingkungan menjadi berkurang atau fungsinya tidak sesuai dengan peruntukannya. Sehingga tatanan lingkungan yang dulu berubah karena adanya pencemaran lingkungan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pencemaran yang dilakukan oleh manusia, yaitu akibat pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat dan perkembangan teknologi. Faktor-faktor tersebut menyebabkan kebutuhan penduduk juga meningkat, contohnya semakin banyak pengguna kendaraan pribadi sehingga menimbulkan polusi udara.    Pulotan merupakan sebutan bagi manusia hidup, energi, zat atau komponen lain yang menyebabkan terjadinya pencemaran. Ada tiga syarat suatu bahan dikatakan sebagai polutan, yaitu apabila kadar atau jumla

Pengertian Ekosistem, Komponen, Tipe- Tipenya

A. Pengertian Ekosistem Istilah ekosistem berasal dari kata oikos yang berarti rumah sendiri dan sistema yang berarti terdiri atas bagian-bagian yang utuh atau saling mempengaruhi. Jadi, ekosistem dapat diartikan sebagai sistem yang dibentuk di suatu daerah dan terjadi hubungan timbal balik antara komponen hidup (biotik) dan komponen tak hidup (abiotik) atau dengan lingkungan. Ekosistem merupakan suatu sistem yang dinamis, hal itu ditandai dengan adanya aliran energi, daur materi, dan produktivitas. Interaksi dapat terjadi antara komponen biotik dengan abiotik dan di antara komponen biotik dalam bentuk aliran energi dan siklus materi. Ekosistem yang ada di muka bumi ini terdiri atas perpaduan berbagai jenis dengan kombinasi lingkungan fisik dan kimia yang berbeda-beda, sehingga bentuk ekosistem yang dihasilkan pun akan berbeda-beda. Di Indonesia terdapat empat kelompok ekosistem utama, yaitu ekosistem bahari (laut), ekosistem darat alami, ekosistem suksesi, dan ekosistem bu